PRO DAN KONTRA HERMENEUTIKA DAN SEMIOTIKA
Oleh: Gusti Rahmat*
Hermeneutika secara umum dapat
didefinisikan sebagai teori atau aliran filsafat tentang interpretasi makna.
Dalam kajian Islam bisa diartikan dengan tafsir, ta’wil, syarh, dan bayan.
Dalam The New Encyclopedia Britannica, dikatakan bahwa apa yang dimaksud dengan
hermeneutika adalah studi tentang prinsip-prinsip umum dalam kajian umum interpretasi
Bible (Hermeneutics is the study of the general principal of biblical
interpretation). Tujuannya ialah untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang
ada di dalam Bible.
Semiotika secara bahasa berarti ilmu
tentang tanda yang berguna saat akan menganalisis makna teks. Semiotika
diturunkan dari karya Ferdinand de Saussure, yang menyelediki properti-properti
bahasa dalam Cours in General Linguistics. Semiotika adalah sebentuk
hermeneutika yaitu nama klasik untuk studi mengenai penafsiran sastra.
Kemunculan hermeneutika dan semiotika
di dunia Islam ini menimbulkan banyak polemik di kalangan umat muslim. Namun
tidak sedikit juga tokoh dari kalangan muslim yang mendukung hermeneutika dan
semiotika ini.
. Di antara
tokoh muslim yang pro terhadap hermeneutika adalah Hasan Hanafi. Dia dikenal
sebagai orang pertama yang mengenalkan hermeneutika di dunia Islam. Dia memandang
bahwa hermeneutika bukan hanya sekadar teori penafsiran dan pemahaman, tetapi
merupakan ilmu yang menerangkan penerimaan wahyu sejak perkataan sampai pada
tingkat kenyataan, serta menggambarkan pemikiran Tuhan kepada kehidupan manusia.
Selain Hasan
Hanafi, ada lagi tokoh muslim yang pro terhadap hermeneutika yaitu Nashr Hamid
Abu Zaid. Dia adalah seorang professor bahasa Arab dan Studi Al-Qu’an di
Universitas Kairo Mesir. Dia menerapkan metode analisis teks bahasa-sastra (nahj
tahlil an-nushush al-lughawiyyah al-adabiyyah) ketika mengkaji al-Qur'an.
Di dalam
memahami teks, dia menggunakan dua pedekatan, yaitu hermeneutika dan semiotika.
Dua pendekatan inilah yang menghasilkan kesimpulan bahwa Al-Qur’an merupakan
produk budaya. Hal inilah yang membuatnya dinilai sebagai tokoh yang
kontroversial.
Al-Qur’an
menurut Abu Zaid adalah kalam Allah dalam wujud bahasa manusia dengan tujuan
agar maksud dan harapannya dapat mengerti manusia. Menurutnya bahasa Al-Qur’an
perlu mengadaptasi dengan bahasa manusia, karena jika tidak maka manusia akan
sulit memahami apa yang dimaksudkan oleh AL-Qur’an. Al-Qur’an yang diwahyukan
kepada Rasulullah saw adalah teks ilahi yang berubah menjadi teks manusiawi.
Jadi menurutnya AL-Qur’an adalah pemahaman Rasulullah saw.
Selain dua
tokoh yang telah disebutkan, adalagi seorang sosok yang pro terhadap produk
barat ini, yaitu Muhammad Syahrur. Al-Qur’an menurut Muhammad Syahrur bukan
merupakan teks yang dihasilkan manusia, melainkan adalah wujud teks al-Kitab
yang berbahasa Arab. Dan bahasa Arab merupakan hasil budaya dari bangsa Arab
yang tentunya terikat akan struktur nalar dan social kemasyarakatannya. Syahrur
dan Abu Zaid berpendapat sama dengan menyatakan Al-Qur’an merupakan produk
budaya.
Syahrur
menyimpulkan bahwa al-Kitab mengandung unsur ilahiah, namun pada pemahamannya
bersifat manusiawi. Karena manusia tidak diberi kemampuan untuk mampu menangkap
keseluruhan kandungan al-Kitab. Untuk alasan itulah
Allah telah menurunkan wahyu dengan perantara yang memungkinkan manusia mampu
memahaminya yaitu bahasa. Inilah yang dimaksud relatifitas dalam kerangka
pemikiran Syahrur dalam kaitannya antara pembaca dengan teks al-Qur’an yang
berbahasa Arab.
Sebenarnya masih
ada beberapa tokoh yang pro terhadap hermeneutika dan semiotika ini selain
tokoh yang telah disebutkan. Di antaranya Sayyid Ahmad Khan, Ameer Ali, Ghulam
Ahmad Parves, dan yang lainnya.
Untuk selanjutnya akan dipaparkan beberapa alasan
mengapa hermeneutik dan semiotika ini mendapatkan kontra dari pengingkarnya.
Fahruddin Faiz menyatakan ketika hermeneutika hendak diaplikasikan pada ilmu
Al-Qur’an, ada tiga variable yang harus diperhatikan, yaitu teks, konteks, dan
kontekstualisasi.
Pertama tentang teks, sudah jelas ilmu Al-Qur’an sudha
menjelaskan secara rinci. Misalnya sejarah pembukuan Al-Qur’an ini dilakukan
dengan metode riwayat. Kemudian tentang konteks, di dalam konteks terdapat
kajian mengenai asbabun nuzul, nasikh mansukh, makki madani yang katanya
menunjukkan perhatian terhadap aspek "konteks" dalam penafsiran
Al-Qur`an. Tapi, Faiz menyatakan bahwa kesadaran konteks hanya membawa ke masa
lalu. Maka dia berkata, harus ditambahkan variabel kontekstualisasi, yaitu
menumbuhkan kesadaran akan kekinian dan segala logika serta kondisi yang
berkembang di dalamnya. Variabel kontekstualisasi ini adalah perangkat
metodologis agar teks yang berasal dari masa lalu dapat dipahami dan bermanfaat
bagi masa sekarang.
Ada beberapa alasan kuat yang dipegang para pengingkar
hermeneutika dan semiotika, di antaranya karena hermeneutika dan semiotika ini
bukan berasal dari keilmuan Islam, melainkan dari produk barat. Islam tidak
menerima produk barat ini dikarenakan hermeneutika bukan termasuk sains dan
teknologi yang bersifat universal, melainkan termasuk dalam peradaban
(hadharah) yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan kufur yang bertentangan
dengan Islam.
Alasan lain mengatakan bahwa produk barat ini tidak
cocok atau tidak tepat bila digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an. Karena Al-Qur`an
tidak memerlukan hermeneutika. Al-Qur`an masih terjaga orisinalitasnya. Allah
SWT berfirman menegaskan di dalam surat al-Hijr ayat 9 yang menjamin keutuhan
dan keamanan al-Qur'an. Jadi menerapkan hermeneutika untuk menginterpretasikan
Al-Qur`an, adalah tidak cocok (incompatible).
Selain itu ilmu hermeneutika dan semiotika menguatkan
sekuralisme. Melalui hermeneutika, ayat-ayat Al-Qur’an ditundukkan kepada
sejumlah prinsip-prinsip yang merupakan pokok-pokok dari ide yang bersifat
sekuralisme. Sebagai contoh kasus apa yang digagas oleh Siti Musda Mulia yang
mengharamkan poligami, menyamakan hak waris perempuan seperti laki-laki,
membolehkan nikah mut’ah, dan sebagainya.
Itulah sedikit pemaparan tentang sekelumit hermeneutika
dan semiotika. ilmu yang oleh sebagian tokoh muslim didukung dan sebagian
lainnya menolak.
* Mahasiswa semester V jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludiin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Tanggal 12 September 2012.
No comments:
Post a Comment