A.
Latar belakang Masalah
Tetesan air mata merupakan hal yang lumrah dan sunnatullah, ia menetes
ketika dilanda kesedihan dan kesusahan, salah satunya ketika orang yang kita
cintai meninggalkan kita untuk selama-lamanya, namun pertanyaannya, bagaimana
tangisan atau ratapan yang diperbolehkan dalam ajaran Islam…? Setiap manusia yang hidup, pada hakikatnya
sedang meniti jalan menuju ajal yang telah ditentukan untuknya. Sedangkan
tujuan kehidupan manusia, tiada jawaban yang paling benar kecuali “ Untuk
Bahagia” baik didunia maupun diakhirat. Kebahagian yang dapat kita rasakan didunia
yakni mendapatkan keluarga yang
sakinah,mawaddah warohmah, kecukupan rezki dan sebagainya. Sedangkan diakhirat yakni mendapatkan Ridha Allah
Swt. Setiap saat, tanpa kita sadari satu
per satu orang yang ada disekeliling kita menghilang dari pandangan, tanpa
membedakan yang tua dan yang muda,
miskin dan kaya,dan suatu saat nanti akan ada pula gilirannya bagi kita
meninggalkan semua hal yang kita cintai.
Oleh sebab itu hal yang paling
tepat untuk dilakukan adalah selalu mempersiapkan diri sebelum kematian datang,
sebagaimana rasul bersabda: Secerdik-cerdik manusia adalah yang banyak
ingatanya pada kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi
kematian. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar cerdik dan mereka akan
pergi kealam baka dengan membawa kemuliaan dunia dan akhirat.” HR. Ibnu Majjah”[1].
Maka oleh karena itulah, penulis berusaha melakukan persiapan tersebut, dengan
cara mengkaji tentang “ Ratapan Yang Makruh Terhadap mayit” sehingga kita dapat
mengetahui, bagaimana orang-orang yang ditinggalkan bersikap terhadap meninggalnya
seseorang, sehingga tidak memberikan kesusahan pada seorang mayit, sehingga
mendapatkan keridhaan allah Swt.
B.
Hukum Ratapan Terhadap Mayit
Ratapan yang
makruh terhadap mayit adalah menurut Ibnu Manayyar : tangisan yang dilarang itu
berupa tindakan Meratapi mayit, karena maksud makruh disini adalah makruh yang
berindikasikan Haram berdasarkan Ancaman atas Perbuatan ini. Namun adapula
kemungkinan yang dimaksud adalah makruhnya sebagai Ratapan. Kemungkinan
terakhir ini telah disinyalir oleh Ibju Murabith dan Ulama lainnya. Ibnu
Qudamah menukil riwayat dari Imam Ahmad bahwa sebagian ratapan tidaklah makruh.
Namun pernyataan ini perlu dicermati lebih lanjut, dan seakan-akan beliau
beliau mendasari hal itu dengan sikap Nabi Saw yang tidak melarang bibi Jabir
ketika meratapi saudara laki-lakinya yang bernama Abdullah bin Amr bin Haram,
bapak dari Jabir, dimana hal ini menunjukkan bahwa ratapan yang dilarang adalah
Ratapan yang disertai Menampar-nampar pipi atau Menyobek-nyobek Baju. Akan
tetapi hal ini akan kurang tepat, karena sesungguhnya Rasulullah Saw melarang
Meratapi Mayit setelah kejadian tersebut, dimana hal itu terjadi pada waktu
Perang Uhud.sedanmgkan pada saat itu “ akan tetapi Hamzah tidak ada yang
menangisinya” setelah itu, Rasulullah Saw melarang meratapi Mayit serta
mengancam Orang yang Melakukannya .Hal ini sangat jelas dalam riwayat yang
dikutip dalam kitab Imam Ahmad dan ibnu Majah.[2]
C.
Hadis-hadis Tentang Ratapan Yang Makruh Terhadap Mayit.
Kitab Sunan Ibnu Majah:
حَدَّثَنَا
هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْمِصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ
أَنْبَأَنَا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِنِسَاءِ عَبْدِ الْأَشْهَلِ
يَبْكِينَ هَلْكَاهُنَّ يَوْمَ أُحُدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكِنَّ حَمْزَةَ لَا بَوَاكِيَ لَهُ فَجَاءَ نِسَاءُ
الْأَنْصَارِ يَبْكِينَ حَمْزَةَ فَاسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ وَيْحَهُنَّ مَا انْقَلَبْنَ بَعْدُ مُرُوهُنَّ
فَلْيَنْقَلِبْنَ وَلَا يَبْكِينَ عَلَى هَالِكٍ بَعْدَ الْيَوْمِ
Telah menceritakan kepada kami Harun bin Sa'id Al Mishri berkata,
telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb berkata, telah memberitakan
kepada kami Usamah bin Zaid dari Nafi' dari Ibnu Umar berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melewati isteri-isteri Abdul Asyhal, mereka
menangisi suami mereka yang gugur pada perang Uhud. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam kemudian bersabda: "Hamzah tidak ada yang menangisinya.
" Maka datanglah wanita-wanita Anshar menangisi Hamzah hingga Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam terbangun, beliau lalu bersabda: "Celakalah
mereka, mereka nanti tidak akan bisa kembali. Perintahkanlah agar mereka
kembali dan jangan menangisi orang yang telah tiada setelah ini.
Pencarian dilakukan melalui kamus “ Mausu’atul athraf ” dengan kata
kunci awal Matan:
خ ۲ : ۱۰۳
حم ٤ : ۲۳٥ ,۲۲٥
م : مقدمة ٤
Hadis ini berdasarkan hadis yang ditemui di kitab
Shahih Bukhari,yaitu sebagai berikut:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
عُبَيْدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ
كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَل[4]َيَّ
مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ نِيحَ عَلَيْهِ يُعَذَّبُ بِمَا
نِيحَ عَلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim
telah menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Ubaid dari 'Ali bin Rabi'ah dari Al
Mughirah radliallahu 'anhu berkata; Aku mendengar Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Sesungguhnya berdusta kepadaku tidak
sama dengan orang yang berdusta kepada orang lain. Barangsiapa yang berdusta
atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia bersiap-siap (mendapat) tempat
duduknya di neraka. Aku juga mendengar Nabi Shallallahu'alaihiwasallam
bersabda: "Barangsiapa yang meratapi mayat maka mayat itu akan disiksa
disebabkan ratapan kepadanya".
Dan hadis yang berkaitan dengan masalh ini
yang redaksinya sama, yang ditelusuri melalui pencarian awal matan juga
terdapat didalam kitab Imam Ahmad bin Hambal,jilid 4, halaman 225,235. Dan juga
hadis ini8 juga ditemui di kitab Shahih Muslim dalam Bab Mukoddimah halaman 4.
الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
خ
۲ : ۱۰۲
م :
الجنائز ۱٧
Hadis ini berdasarkan kitab Shahih Bukhari,yaitu sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَعِيدِ
بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ فِي
قَبْرِهِ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ تَابَعَهُ عَبْدُ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا يَزِيدُ
بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ وَقَالَ آدَمُ عَنْ
شُعْبَةَ الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ الْحَيِّ عَلَيْهِ
Telah
menceritakan kepada kami 'Abdan berkata, telah mengabarkan bapakku kepadaku
dari Syu'bah dari Qatadah dari Sa'id AL Musayyab dari Ibnu 'Umar dari bapaknya
radliallahu 'anhuma dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Mayat
akan disiksa didalam kuburnya disebabkan ratapan kepadanya". Hadits ini
dikuatkan oleh 'Abdu Al A'laa telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai'
telah menceritakan kepada kami Sa'id telah menceritakan kepada kami Qatadah dan
berkata, Adam dari Syu'bah: "Sesungguhnya mayat pasti akan disiksa
disebabkan tangisan orang yang masih hidup kepadanya".
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عُبَيْدٍ
الطَّائِيِّ وَمُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ أَوَّلُ
مَنْ نِيحَ عَلَيْهِ بِالْكُوفَةِ قَرَظَةُ بْنُ كَعْبٍ فَقَالَ الْمُغِيرَةُ بْنُ
شُعْبَةَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
مَنْ نِيحَ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ يُعَذَّبُ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ و حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ مُسْهِرٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ قَيْسٍ الْأَسْدِيُّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ
رَبِيعَةَ الْأَسْدِيِّ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ و حَدَّثَنَاه ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا
مَرْوَانُ يَعْنِي الْفَزَارِيَّ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُبَيْدٍ الطَّائِيُّ
عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada
kami Waki' dari Sa'id bin Ubaid Ath Tha`i dan Muhammad bin Qais dari Ali bin
Rabi'ah ia berkata; Orang yang pertama kali diratapi di Kufah adalah Qarazhah
bin Ka'ab, maka Al Mughirah bin Syu'bah berkata; Saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang meratapi mayit,
maka mayit akan disiksa pada hari kiamat karena ratapan itu." Dan telah
menceritakan kepadaku Ali bin Hujr As Sa'di telah menceritakan kepada kami Ali
bin Mushir telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Qais Al Asdi dari Ali bin
Rabi'ah Al Asdi dari Al Mughirah bin Syu'bah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam semisalnya. Dan telah menceritakannya kepada kami Ibnu Abu Umar telah
menceritakan kepada kami Marwan Al Fazari telah menceritakan kepada kami Sa'id
bin Ubaid Ath Tha`i dari Ali bin Rabi'ah dari Al Mughirah bin Syu'bah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam semisalnya
حَدَّثَنَا
عَبْدَانُ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ
أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ
تُوُفِّيَتْ ابْنَةٌ لِعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِمَكَّةَ وَجِئْنَا
لِنَشْهَدَهَا وَحَضَرَهَا ابْنُ عُمَرَ وَابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَإِنِّي لَجَالِسٌ بَيْنَهُمَا أَوْ قَالَ جَلَسْتُ إِلَى أَحَدِهِمَا ثُمَّ
جَاءَ الْآخَرُ فَجَلَسَ إِلَى جَنْبِي فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا لِعَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ أَلَا تَنْهَى عَنْ الْبُكَاءِ
فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ
الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَدْ كَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ بَعْضَ
ذَلِكَ ثُمَّ حَدَّثَ قَالَ صَدَرْتُ مَعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مِنْ
مَكَّةَ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ إِذَا هُوَ بِرَكْبٍ تَحْتَ ظِلِّ
سَمُرَةٍ فَقَالَ اذْهَبْ فَانْظُرْ مَنْ هَؤُلَاءِ الرَّكْبُ قَالَ فَنَظَرْتُ
فَإِذَا صُهَيْبٌ فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ ادْعُهُ لِي فَرَجَعْتُ إِلَى صُهَيْبٍ
فَقُلْتُ ارْتَحِلْ فَالْحَقْ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ فَلَمَّا أُصِيبَ عُمَرُ
دَخَلَ صُهَيْبٌ يَبْكِي يَقُولُ وَا أَخَاهُ وَا صَاحِبَاهُ فَقَالَ عُمَرُ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَا صُهَيْبُ أَتَبْكِي عَلَيَّ وَقَدْ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبَعْضِ
بُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
فَلَمَّا مَاتَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَتْ رَحِمَ اللَّهُ عُمَرَ وَاللَّهِ مَا حَدَّثَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَيُعَذِّبُ الْمُؤْمِنَ
بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ وَلَكِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَيَزِيدُ الْكَافِرَ عَذَابًا بِبُكَاءِ أَهْلِهِ
عَلَيْهِ وَقَالَتْ حَسْبُكُمْ الْقُرْآنُ { وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ
أُخْرَى } قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عِنْدَ ذَلِكَ وَاللَّهُ
{ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى } قَالَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ وَاللَّهِ مَا قَالَ
ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا شَيْئً
Telah menceritakan kepada kami 'Abdan telah
menceritakan kepada kami 'Abdullah telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij
berkata, telah mengabarkan kepada saya 'Abdullah bin 'ubaidullah bin Abu
Mulaikah berkata; "Telah wafat isteri 'Utsman radliallahu 'anha di Makkah
lalu kami datang menyaksikan (pemakamannya). Hadir pula Ibnu 'Umar dan Ibnu
'Abbas radliallahu 'anhum dan saat itu aku duduk diantara keduanya". Atau
katanya: "Aku duduk dekat salah satu dari keduanya". Kemudian datang
orang lain lalu duduk di sampingku. Berkata, Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma
kepada 'Amru bin 'Utsman: "Bukankan dilarang menangis dan sungguh
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam telah bersabda: "Sesungguhnya mayat
pasti akan disiksa disebabkan tangisan keluarganya kepadanya?". Maka Ibnu
'Abbas radliallahu 'anhuma berkata,: "Sungguh 'Umar radliallahu 'anhu
pernah mengatakan sebagiannya dari hal tadi". Kemudian dia menceritakan,
katanya: "Aku pernah bersama 'Umar radliallahu 'anhu dari kota Makkah
hingga kami sampai di Al Baida, di tempat itu dia melihat ada orang yang
menunggang hewan tunggangannya di bawah pohon. Lalu dia berkata,: "Pergi
dan lihatlah siapa mereka yang menunggang hewan tunggangannya itu!". Maka
aku datang melihatnya yang ternyata dia adalah Shuhaib. Lalu aku kabarkan
kepadanya. Dia ("Umar) berkata,: "Panggillah dia kemari!". Aku
kembali menemui Shuhaib lalu aku berkata: "Pergi dan temuilah Amirul
Mu'minin". Kemudian hari 'Umar mendapat musibah dibunuh orang, Shuhaib
mendatanginya sambil menangis sambil terisak berkata,: Wahai saudaraku, wahai
sahabat". Maka 'Umar berkata,: "Wahai Shuhaib, mengapa kamu menangis
untukku padahal Nabi Shallallahu'alaihiwasallam telah bersabda:
"Sesungguhnya mayat pasti akan disiksa disebabkan sebagian tangisan
keluarganya ". Berkata, Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma: "Ketika
'Umar sudah wafat aku tanyakan masalah ini kepada 'Aisyah radliallahu 'anha,
maka dia berkata,: "Semoga Allah merahmati 'Umar. Demi Allah, tidaklah
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam pernah berkata seperti itu, bahwa Allah
pasti akan menyiksa orang beriman disebabkan tangisan keluarganya kepadanya,
akan tetapi yang benar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah pasti akan menambah siksaan buat orang kafir
disebabkan tangisan keluarganya kepadanya". Dan cukuplah buat kalian
firman Allah) dalam AL Qur'an (QS. An-Najm: 38) yang artinya: "Dan
tidaklah seseorang memikul dosa orang lain". Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhu
berkata seketika itu pula: Dan Allahlah yang menjadikan seseorang tertawa dan menangis"
(QS. Annajm 43). Berkata Ibnu Abu Mulaikah: "Demi Allah, setelah itu Ibnu
'Umar radliallahu 'anhu tidak mengucapkan sepatah kata pun. [5]
D.
Pembahasan Masalalah
Seorang mayat akan diadzab karena ratapan keluarganya[6],
hal ini telah disinggung dalam hadis Nabi yang telah disebutkan sebelumnya. Tangisan
yang tidak disertai kata-kata dan ratapan tidak jadi masalah, yang jelas,
sebuah tangisan belum tentu ratapan. Sementara, ratapan adalah tangisan yang
dibarengi dengan kata-kata ratapan yang artinya tidak rela menerima keputusan
Tuhan, dengan suara keras. Karena itu, zahir hadis tersebut menunjukkan bahwa
pengazaban mayat itu bisa terjadi karena
Tangisan yang mengandung ratapan dan sebut-sebutan mengenai mayit.
Kesedihan hati dan tangisan yang bersih dari ratapan dan sebut-sebutan tidak
menjadi masalah sama sekali. Sebab fitrah manusia telah diciptakan seperti itu,
dan allah tidak membebankan kepundak Manusia, kecuali dalam batas kemampuannya.
Karena kehilangan orang dicintai. Sebab, itu terjadi diluar kemampuan kita.
Yang dilarang adalah keluh-kesah, merobek pakaian, menampar pipi, dan
mengucapkan kata-kata, seperti yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah. Hal
itu jelas bertentangan dengan nafas Islam tidak mau menerima ketentuan Allah
Swt. Sebenarnya pahitnya musibah
kematian itu dapat dirasakan kecuali hati seorang ibu dan bapak dari
yang meningal. Adapaun kerabat karib, handai taulan, dan teman-teman, kesedihan
dan tangisannya, seandainya lebih daripada yang Wajar, maka hal itu adalah
sesuatu yang dibuat-buat. Lebih baik bagi seorang ibu dan bapak bersikap
tenang, pasrah, dan tabah dalam mengahadapi ketentuan Tuhan[7].
E.
Kesimpulan
Dari pembahasan
ini dapat kita beri kesimpulan bahwa, menagis adalah hal wajar ketika mendapatkan kesedihan dan
cobaan, diantaranya: ditinggalkan orang yang dicintai. Dal tangisan itu
tidaklah menjadi hal yang dilarang didalam ajaran Islam. Sedangkan, tangisan
yang Makruhkan yang berpotensi keharaman adalah tangisan yang disertai ratapan,
dengan menggunakan kata-kata yang menunjukkan ketidak ikhlasan terhadap
keputusan yang yang ditetapkan Allah Swt. Dan sebagian orang, terkadang juga
dengan merobek-robek bajunya, dan ia membiarkan emosi dan kebangkangannya
mengendelikan dirinya, untuk melawan kehendak tuhan. Jadikanlah tangisan dengan
cucuran air mata yang sewajarnya,
pertanda kita mencintai orang yang meninggal dunia, sehingga hati menjadi lega
dan menibulkan kepasrahan terhadap keputusan yang menjadi ketetapan tuhan.
.
F.
Daftar Pustaka
As-asqalani,
Ibnu Hajar. “Fathul Baari .” Jakarta; Pustaka Azzah,2008
Abu Faqih,
Khozin. “Buku Pintar Penghuni Surga.” Bandung; Sygma Publising. 2008.
Fuad Abdul
Baqi, Muhammad. “Shahih Al-lu’lu’ Wal Marjan.” Jakata; Akbar Media,2011.
Athibi, Ukasyah.
“ Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya.”Jakarta, Gema Insani Press, 2001.
[1] Khozin Abu Faqih, “Buku Pinta Penghuni Surga” Bandung,Pustaka
Sygma Publising, 2008,
[2]
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fatahul Bari, Pustaka Azzam,Jakarta,2008.h.158
[4] Abu ‘abd allah Muhammad bin ismail bin Ibrahim
al-bukhari “ shahih al-bukhari“ Dar al-hadis (mesir), 1425 H =2004 M
[6]
Dikeluarkan oleh Bukhari2/101 dan 5/98, Muslim dalam al-janaiz,16,18,19,
an-Nasa’io 4/17, Abu Daud(3129) dan Ahmad 1/41,42,45 dan 54.
[7]
Ukasyah athibi, Wanita Mengapa Merosot akhlaknya,
No comments:
Post a Comment