I’JAZ
FI AL-‘AQIDAH
Makalah
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata
Kuliah I’jaz Qur’an
Dosen Pembimbing :
Ahzami Samiun Jazuli
Oleh:
Afrizal Fahmi Ali 1112034000002
Arruji Yurma 1112034000021
Hari Putra Z 1112034000009
Hilmy Firdausy 1112034000031
M. Irfan Apri Syahrial 1112034000015
Saripul Saleh 1112034000159
![]() |
PRODI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
A.
Pendahuluan
Aqidah tauhid merupakan hal yang paling mendasar dalam agama islam.
Aqidah tauhid adalah fondasi bagi seorang muslim dalam menjalani kehiduapannya
di dunia da untuk bekal di akhirat, tanpa aqidah tauhid seorang muslim pasti
tidak akan bisa hidup di jalan yang benar. Maka dari itulah seorang muslim
mesti memiliki tauhid yang kuat agar bisa terhindar dari jalan yang sesat.
B.
Pengertian
Kata I’jazul al-‘Aqidah berasal dari dua suku kata, yaitu I’jaz
dan ‘aqidah. I’jaz diungkapkan oleh M. Quraish Shihab dalam
pengantar I’jazu al-Quran al-Karim ‘Abra al-Tarikh berasal dari akar
kata ‘ajaza yang berarti lemah atau antonim mampu. I’jaz adaalah
melemahkan atau menjadikan tidak mampu.
Dari akar kata yang sama lahir kata mu’jizat yang diartikan
oleh banyak pakar sebagai suatu yang luar biasa yang dihadirkan oleh seorang
nabi untuk menantang siapa yang tidak mempercayainya sebagai nabi, dan
tantangannya itu tidak dapat dihadapi atau ditandingi oleh yang ditantang.
Sedangkan menurut bahasa aqidah berarti al-‘aqdu
yang berarti ikatan, al-tautsiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan
yang kuat, al-ihkamu yang berarti mengokohkan (menetapkan), dan al-tabthu
al-quwwah yang berarti mengingat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah
adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi
orang yang meyakinkan.
Sehingga, makna I’jazu al-‘Aqidah adalah
sesuatu yang luar biasa yang bersumber dari hasil keimanan yang teguh dan pasti
yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi yang meyakininya.
C. Ruang
Lingkup Aqidah
Menururt sistematika Hassan al-Banna, ruang
lingkup aqidah terbagi kedalam empat pembahasan:
1. Illahiyat, yaitu pembahasan tentang sesuatu yang
berhubungan dengan Allah, seperti dalam wujud Allah, nama-nama, sifat, af’al,
dan lain-lain.
2. Nubuwwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berkenaan dengan nabi dan rasul termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah,
mukjizat, dan lain-lain.
3. Ruhaniyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, roh, dan
lain-lain.
4. Sam’iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa al-Quran dan
sunnah), seperti alam barzah, akhirat, azab kubur, dan tanda-tanda kiamat.
Pada
makalah ini yang berjudul I’jaz fl al-‘Aqidah hanya akan dibahas
beberapa, di antaranya akan dipaparkan dalam poin-poin besar di bawah ini.
D.
Keyakinan Terhadap Allah Sebagai Illah
Kata Illah berasal dari kata alaha yang
mempunyai arti tenteram, tenang, lindungan, cinta, dan sembah. Semua makna
tersebut sangat relefan dengan zat dan sifat-sifat Allah. Seperti terdapat dalam surat al-Nahl ayat 36.
ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/
Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqߧ
Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$#
(#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# (
Nßg÷YÏJsù ô`¨B
yyd ª!$#
Nßg÷YÏBur ïƨB
ôM¤)ym Ïmøn=tã ä's#»n=Ò9$# 4 (#rçÅ¡sù
Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx.
c%x. èpt7É)»tã
úüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÌÏÈ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk
oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”.
Dalam ayat di atas kata u’budu (sembahlah)
disandangkan dengan kata Allah/Ilah. Kata ‘abada mempunyai beberapa
makna, diantaranya ‘abdun (hamba sahaya), ‘ibadah (patuh dan
tunduk), al-ma’bud (Yang Mulia, Yang Agung), ‘abada bih (selalu
mengikuti-Nya).
Sehinnga makna Allah sebagai Ilah adalah kita
selaku hamba harus senantiasa menghambakan diri terhadap-Nya, mengagungkan-Nya,
memuliakan-Nya, mematuhi dan tunduk kepada-Nya serta bersedia mengorbankan
kemerdekaan kita.
E. Keyakinan
Terhadap Allah Sebagai Rabb
Imam Ibnu Jarir al-Thabari memaparkan kata al-rabb
dalam bahasa arab memiliki beberapa makna, diantaranya adalah penguasa yang
ditaati di kalangan orang-orang Arab disebut rabb; orang yang
memperbaiki sesuatu; orang yang memiliki sesuatu. Sehingga Allah sebagai Rabb
adalah Yang Maha Kuasa yang tidak ada satu pun yang menandingi kekuasaan-Nya,
Yang Maha Memberbaiki/Mengatur semua urusan mahluk-Nya, serta Dialah Sang Maha
Pemilik alam semesta beserta isinya yang memiliki kekuasaan mutlak dalam
menciptakan dan mengaturnya.
Allah SWT berfirman dalam surat al-Fatihah ayat
2:
ßôJysø9$# ¬! Å_Uu úüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ
“Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”.
Kata hamd atau pujian adalah ucapan yang
ditunjukan kepada yang dipuji atas sikap atau perbuatannya yang baik walaupun
ia tidak memberi sesuatu kepada yang memuji. Keterangan lebih lanjutnya kalimat
rabbi al-‘alamin merupakan penegasan bahwa Allah sebagai Rabb (Tuhan
yang mengatur, berkuasa, dan memiliki) alam semesta.
Alam semesta merupakan ciptaan Allah yang luar
biasa baik. Sehingga benar-benar Allah layak dipuji oleh umat manusia yang
pasti merasakan kebaikan penciptaan-Nya. Allah sebagai Rabb ketika mencipatakan tidak lepas tangan begitu saja terhadap
ciptaan-Nya, tapi kemudian Ia mengatur dan memeliharanya.
Bagaimana tidak, setelah penciptaan bumi, maka
Allah tidak meninggalkannya, tapi Ia turunkan air dari langit untuk menjadikan
bumi indah dan memberikan manfaat kepada setiap mahluk hidup yang ada di
atasnya. Allah berfirman dalam surat al-sajadah ayat 27:
öNs9urr& (#÷rtt $¯Rr& ä-qÝ¡nS
uä!$yJø9$# n<Î) ÇÚöF{$# Îãàfø9$# ßlÌ÷ãYsù
¾ÏmÎ/
%Yæöy ã@à2ù's? çm÷ZÏB
ö
NßgßJ»yè÷Rr& öNåkߦàÿRr&ur
( xsùr&
tbrçÅÇö7ã
ÇËÐÈ
“Dan Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami
menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan
dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya Makan hewan ternak mereka dan
mereka sendiri. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan?”
Meyakini Allah sebagai Rabb berarti meyakini
bahwa Allah tidak tinggal diam dalam segala ciptaan-Nya. Bagaimana Ia mengatur
dengan sangat cermat dan tertib sehingga memberikan manfaat yang luar biasa
terhadap hamba-Nya. Meyakini berarti pasrah dan berbaik sangka bahwa segala
urusan dan masalah yang setiap hari menimpa kita pasti akan ada campur tangan
Allah sebagai Rabb yang memberikan bantuan untuk mengurusi itu semua. Sehingga
hidup tidak terbawa arus permasalahan yang menjurus kepada hal yang negatif.
F.
Keyakinan Terhadap Sifat Allah
Ulama bersepakat bahwa nama dan sifat Allah
adalah tauqifiyah, maksudnya memerlukan izin dari Allah sebagai peletak
syariat agar sah menyebut Allah dengan nama dan sifat tersebut. Nama dan sifat
Allah terdapat di dalam al-Qur’an dan hadis yang sahih, baik berupa doa maupun
pemberitaan terhadap-Nya, maka semuanya itu boleh digunakan untuk menyebut nama
Allah. Begitu pula sebaliknya, semua nama yang dilarang menurut petunjuk
al-Qur’an dan hadis maka dilarang.
Setiap nama-nama Allah mewakili sifat-sifat-Nya
Yang Maha Agung. Berkenaan dengan itu Allah berfirman dalam surat al-A’raf ayat
180:
¬!ur
âä!$oÿôF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# çnqãã÷$$sù $pkÍ5 ( (#râsur tûïÏ%©!$#
crßÅsù=ã
þÎû ¾ÏmÍ´¯»yJór& 4
tb÷rtôfãy $tB (#qçR%x.
tbqè=yJ÷èt ÇÊÑÉÈ
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat
Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”.
Penyifatan nama Allah dengan nama-nama yang
berbentuk superlatif menunjukan bahwa nama-nama tersebut adalah nama terbaik
dibadingkan dengan nama-nama yang lain. Dengan demikian nama-nama yang terkandung
di dalamnya adalah nama-nama yang amat sempurna.
Ayat ini mengajak manusia untuk berdoa
kepada-Nya dengan menggunakan nama-nama terbaik-Nya, salah satu maknanya adalah
untuk menyesuaikan kandungan permohonan dengan sifat yang disandarkan kepada
Allah. Seperti ketika kita meminta diberikan rizqi, maka kita memanggil Allah
dengan menggunakan al-Rojjaq, yang berarti Yang Maha Memberi Rizqi.
Hikmahnya yaitu lebih menumbuhkan keyakinan
akan doa yang kita panjatkan akan diterima dan dikabulkan – walaupun sebenarnya
setiap doa pasti akan dikabulkan.
G.
Keyakinan Terhadap Malaikat
Dalam bahasa arab kata malaikah merupakan
bentuk jamak dari kata malak. Kemudian ada yang berpendapat bahwa kata malak
diambil dari kata alaka atau maalakah yang berarti mengutus atau
pengutusan. Dengan begitu malaikat adalah utusan-utusan Tuhan untuk berbagai
tugas. Ada juga yang berpendapat bahwa kata malak terambil dari kata la’laka
yang berarti menyampaikan sesuatu dari Allah.
Malaikat selaku mahluk yang Allah ciptakan
untuk melaksanakan berbagai tugas, tidak sekali pun mereka mangkir dari
tugasnya. Dalam arti lain mereka selalu taat dan patuh melaksanakan segala apa
yang telah Allah perintahkan. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nahl ayat
50:
tbqèù$ss Nåk®5u
`ÏiB óOÎgÏ%öqsù tbqè=yèøÿtur
$tB tbrãtB÷sã )
ÇÎÉÈ
Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas
mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).
Setiap malaikat mempunyai tugasnya
masing-masing. Ada yang bertugas menyampaikan wahyu, menurunkan hujan, mencatat
amal perbuatan manusia, mencabut nyawa, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang
telah Alla firmankan dalam surat al-Sajadah ayat 11 berkenaan dengan tugas
malaikat pencabut nyawa.
* ö@è%
Nä39©ùuqtGt à7n=¨B ÏNöqyJø9$# Ï%©!$#
@Ïj.ãr öNä3Î/
¢OèO 4n<Î)
öNä3În/u cqãèy_öè? ÇÊÊÈ
“Katakanlah:
"Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu,
kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan."
Hikmahnya dengan kita
meyakini akan adanya malaikat dengan ketaatannya terhadap tugasnya, kita ambil
saja malaikat pencabut nyawa, maka kita senantiasa mawas diri karena kita tidak
akan selamanya hidup di dunia ini, karena suatu saat malaikat maut akan
mencabut nyawa kita, sesuai dengan yang jadwal yang telah Allah putuskan dan
perintahkan kepadanya. Kemudian juga karena malaikat maut tidak mungkin mangkir
dari tugasnya untuk mencabut nyawa kita.
H.
Keyakinan Terhadap Kitab Suci Sebagai Petunjuk
Kitab suci adalah suatu kitab yang disucikan
oleh suatu agama, dengan kata lain yang dijadikan sebagai dasar suatu agama.
Setiap agama mempunyai kitab suci masing-masing yang diturunkan kepada para
utusannya.
Kitab suci umat islam adalah al-Qur’an. Ia
merupakan kalamullah sebagai mukjizat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui perantaraan Malaikat Zibril, disampaikan secara mutawatir dan
membacanya bernilai ibadah, diawali dengan surat al-Fatihah dan diahiri dengann
surat al-Nas.
Al-Qur’an diturunkan sebagai media komunikasi
Allah dengan manusia sekaligus sebagai sumber nilai dan tuntunan kehidupan
mereka. Hal ini bisa dilihat dari tema-tema al-Qur’an yang dapat dikatakan
berisi tiga ajaran pokok yang merupakan pedoman bagi kehidupan manusia, yaitu:
a. Petunjuk
aqidah (tauhid), bagaimana manusia secara tepat melihat posisi antara mereka
dengan Tuhannya.
b. Petunjuk
mengenai ahlak, baik ahlak dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam
semesta.
c. Petunjuk
mengenai syariat dan hokum, baik mengenai hubungan dengan Tuhan maupun sesame
manusia, baik ibadah mahdhoh maupun ghair mahdhoh.
Al-Qur’an
merupakan petunjuk bagi seluruh manusia pada umumnya, dan khususnya untuk umat
islam. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat al-Baqarah ayat 185:
ãöky
tb$ÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé&
ÏmÏù
ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9
;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$#
È ….b$s%öàÿø9$#ur ÇÊÑÎÈ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang bathil) …”
Dengan kita meyakini benar-benar akan fungsi
Kitab suci – dalam hal ini al-Qur’an – sebagai petunjuk bagi umat manusia, maka
secara jelas dan nyata kita terluruskan dalam hal siapa Tuhan yang benar-benar
mesti dituhankan dan disembah, kemudian bagaimana sebenarnya ahlak manusia yang
dicintai Tuhan sebagai pejawantehan iman kepada-Nya, dan bagaimana cara
mentuhankan-Nya melalui tata cara ibadah yang diinginkan-Nya. Dan semua
petunjuk itu ada di dalam kitab suci-Nya (al-Qur’an).
Kalau kita dengan benar-benar meyakini kitab
suci al-Qur’an sebagai petunjuk, maka dengan senang hati kita akan mengamini
dan mematuhi setiap petunjuk yang telah terpatrikan di dalamnya.
I. Keyakinan
Tentang Adanya Hari Kiamat
Nama lain dari kiamat adalah sa’ah yang
berarti sebagian waktu walau hanya sedikit. Ia adalah bagian dari dua puluh
empat jam. Ia juga merupakan sarana untuk mengetahui waktu, seperti jam, menit,
dan detik.
Adapun secara syar’i kata sa’ah
berarti waktu yang ditentukan oleh Allah untuk kebinasaan alam semesta, akhir
kehidupan dunia, dan waktu peralihan menuju fase kebangkitan kembali seluruh
makhluk untuk menghadapi hisab dan balasan, baik manusia maupun jin.
Waktu ini disebut sa’ah karena peristiwa
itu terjadi begitu cepat dan di luar proses berjalannya masa yang berlaku. Dia
disebut sa’ah untuk menunjukan bahwa peristiwa itu sangat dahsyat. Dalam
pandangan Allah waktu itu seperti satu saat dalam ukuran manusia. Allah
berfirman dalam surat al-Nahl ayat 77:
¬!ur Ü=øxî ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur
4 !$tBur
ãøBr& Ïptã$¡¡9$#
wÎ) ËxôJn=x. Ì|Át6ø9$# ÷rr&
uqèd Ü>tø%r&
4 cÎ)
©!$# 4n?tã
Èe@à2
&äóÓx« ÖÏs%
ÇÐÐÈ
“Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit
dan di bumi. tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata
atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Hari kiamat sengaja Allah rahasiakan
kedatangannya supaya manusia benar-benar mempersiapkan bekal untuk
menyambutnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Thaha ayat 15:
¨bÎ) sptã$¡¡9$#
îpuÏ?#uä ß%x.r&
$pkÏÿ÷zé& 3tôfçGÏ9
@ä. ¤§øÿtR
$yJÎ/
4Ótëó¡n@
ÇÊÎÈ
“Segungguhnya hari kiamat itu akan datang aku merahasiakan
(waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan”.
Ayat ini menyatakan bahwa sesungguhnya hari
kiamat datang tanpa sedikit keraguan pun. Allah merahasiakan waktu
kedatangannya supaya setiap orang bersiap untuk menghadapinya, karena
kedatangannya yang tiba-tiba.
Hari kiamat Allah adakan supaya tiap-tiap jiwa
mukalaf dibalas dengan apa yang ia usahakan. Karena dalam kehidupan ini
banyak yang berbuat baik tetapi ganjaran kebaikannya tidak ada dan banyak yang
berbuat jahat yang tidak mendapatkan sangsi kejahatannya.
No comments:
Post a Comment