MUFRAD DAN JAMA’
Makalah
ini diajukan
untuk memenuhi tugas
matakuliah Qawaid Tafsir
Oleh
:
Ahmad Riadi
: 1112034000026
Saripul Saleh :
1112034000159
Hammad Abal Alam
Dosen Pembimbing :
Dr, Ahzami Samiun
Jazuli, Ma

PRODI TAFSIR HADIST
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
(UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Quran adalah mukjizat yang teramat agung
sampai saat ini. Kemukjizatannya tidak
dapat tertandingi. Bahkan dengan tegas, al-Quran telah menantang para umat
untuk membuat hal yang sama, tapi tetap saja tidak ada yang bisa menandinginya.
Antara kemukjizatannya yang sampai saat ini
terus bertahan adalah sisi bahasanya yang begitu indah memukau. Susunannya yang
teramat dahsyat, dan selalu memiliki sisi-sisi yang tidak bisa terlewatkan.
Tidak bahasanya yang seakan tanpa makna. Semua serba menarik. Tanpa terkecuali.
Pada bagian ini, penulis hanya akan membahas
bagian kecilnya saja. Lebih tepatnya, kajian penulis ini lebih spesifik tentang
kaidah mufrad dan jamak, sebagaimana tersermin pada rumusan masalah sebagai
berikut.
B. Rumusan Masalah
Berangkat
dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan peulis bahas
adalah:
1. Apakah pengertian dari kaidah mufrad dan jamak?
2. Bagaimana penggunaan mufrad, makna dan
contohnya dalam al-Quran?
3. Bagaimana penggunaan jamak, makna dan contohnya
dalam al-Quran?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Ingin memaparkan pengertian dari kaidah mufrad
dan jamak yang ada dalam al-Quran
2. Ingin memaparkan penggunaan mufrad, makna, dan
contohnya, yang ada dalam al-Quran
3. Ingin memaparkan penggunaan jamak, makna, dan
contohnya, yang ada dalam al-Quran.
D. Manfaat Penulisan Makalah
Secara umum, ada dua manfaat yang ingin penulis
dapat dalam penulisan makalah ini. Pertama: dari sisi akademis. Yakni, makalah
ini dapat menjadi kajian yang berkesinambungan. Kedua: dari sisi praktis.
Yaitu, penulis berharap kajian ini dapat diaplikasikan secara langsung dalam
pembelajaran sehari-hari.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara etimologi kata mufrad merupakan kata
yang bermakna tunggal, sedangkan kata jama’ adalah kebalikannya yang berarti
banyak. Namun, jika dipandang dari segi terminologi, kata mufrad adalah kata
yang bermakna satu. Dan kata jama’ adalah kata yang bermakna tiga atau lebih.
Sebagai lafazh dalam Al-Qur’an terkadang dimufradkan untuk
menunjukkan pada suatu makna tertentu, dan dijamakkan untuk menunjukkan pada
isyarat khusus, atau terkadang jamak lebih utama dari mufrad atau sebaliknya.
Karena itu sering kita jumpai dalam Al-Qur’an sebagaian lafazh yang hanya
berbentuk jamak, ketika diperlukan bentuk mufradnya maka yang digunakan adalah
kata sinonimnya.[1]
Misalnya kata ‘al-lubb’ yang selalu disebutkan dalam bentuk, albab, seperti
terdapat pada ayat, (Az-Zumar: 21)
¨bÎ)
Îû Ï9ºs 3tø.Ï%s!
Í<'rT{ É=»t7ø9F{$#
Kata
ini tidak pernah digunakan dalam bentuk mufradnya dalam Al-Qur’an, namun muradif
(sinonim)nya disebutkan, yaitu lafazh “al-qalb” seperti, (Qaf: 37)
¨bÎ) Îû y7Ï9ºs 3tò2Ï%s!
`yJÏ9 tb%x. ¼çms9 ë=ù=s%
÷rr&
s+ø9r& yìôJ¡¡9$# uqèdur
ÓÎgx© ÇÌÐÈ
Namun kata ‘al-kub,” tidak pernah dipakai pada bentuk mufradnya,
tetapi selalu bentuk jamaknya, “al-akwab.” Misal, (Al-Ghasyiyah: 14)
Ò>#uqø.r&ur ×ptãqàÊöq¨B ÇÊÍÈ
Sebaliknya ada sejumlah lafazh yang hanya ditulis dalam
bentuk mufradnya di setiap tempat dalam Al-Qur’an. Dan ketika hendak
dijamakkan, ia dijamakkan dalam bentuk yang menarik yang tiada bandingannya,
seperti terdapat pada ayat, (Ath-Thalaq: 12)
ª!$#
Ï%©!$# t,n=y{
yìö6y
;Nºuq»oÿx
z`ÏBur
ÇÚöF{$#
£`ßgn=÷WÏB
ãA¨t\tGt
âöDF{$#
£`åks]÷t/
Allah tiadak mengatakan, “wa sad’a aradhin,” karena yang demikian
termasuk bahasa yang kasar dan merusak keteraturan susunan kalimat.
Temasuk kelompok
ini ialah lafazh as-sama’, ia terkadang disebutkan dalam bentuk jamak
dan terkadang dalam bentuk mufrad, sesua dengan keperluan. Jika yang
dimaksudkan adalah “bilangan” maka ia didatangkan dalam bentuk jamak (samawat)
yang menunjukkan betapa sangat besar dan luasnya, seperti terdapat dalam
(Al-Hasyr :1).[2] Dan
jika yang dimaksud adalah “arah,” maka ia didatangkan dalam bentuk mufrad,
seperti dalam surat Al-Mulk :6.
tûïÏ%©#Ï9ur (#rãxÿx. öNÍkÍh5tÎ/ Ü>#xtã zN¨Yygy_
( }§ø©Î/ur
çÅÁyJø9$# ÇÏÈ
Bahkan sudah ada ketetapan mengenai makna yang
sudah pasti berkaitan dengan makna kata mufrad dan kata jama’. Penetapan ini
terdapat pada kataالريح dan kataالرياح yang sudah ditetapkan maknanya jika ditemukan
dalam redaksi ayat tertentu. Hal ini berdasarkan informasi yang berasal dari Ibnu
Abi Hatim dan yang lain meriwayatkan, bahkan Ubay bin Ka’ab berkata :
كل شيئ فى القرأن من الرياح فهو رحمة وكل شيئ فيه
من الريح فهو عذاب
Setiap kataالرياح yang terdapat dalam al-qur’an maksudnya adalah
rahmat, sedangkan kata الريح (dalam
betuk tunggal) maksudnya adalah adzab (siksaan). Oleh karena itu, dalam
hadits disebutkan ‘Allahhummj’alha riyahan wa la taj’alha rihan.’ Jika di luar
pemakaian itu berarti hal itu karena ada hikmah lain.[3]
Namun, di dalam al-qur’an ada juga ayat yang
artinya menyimpang dari kaidah tersebut. Salah satunya adalah ayat 22 surah
Yunus:
uqèd Ï%©!$# ö/ä.çÉi|¡ç Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur ( #Ó¨Lym #sÎ) óOçFZä. Îû Å7ù=àÿø9$# tûøïty_ur NÍkÍ5 8xÌÎ/ 7pt6ÍhsÛ (#qãmÌsùur $pkÍ5 $pkøEuä!%y` ìxÍ ×#Ϲ$tã ãNèduä!%y`ur ßlöqyJø9$# `ÏB Èe@ä. 5b%s3tB (#þqZsßur öNåk¨Xr& xÝÏmé& óOÎgÎ/ (#âqtãy ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# ÷ûÈõs9 $uZoKøpgUr& ô`ÏB ¾ÍnÉ»yd úsðqä3uZs9 z`ÏB tûïÌÅ3»¤±9$# ÇËËÈ
Kataريح pada ayat di atas disebutkan dua kali, yang
keduanya mempunya arti yang berlawanan. Kataريح yang pertama digandengkan dengan kataطيبة sehingga mengandung arti angin yang baik
(rahmat). Sedangkan kataريح yang kedua merupakan kebalikan dari yang
pertama, yang digandengkan dengan kata عاصف yang mngandung arti angin badai.
Demikian juga lafazh ‘an-nur” yang senantiasa dimufradkan, tetapi
lafazh “azh-zhulumat” senantiasa berbentuk jamak. Juga lafazh “sabil al-haqq,”
selalu dimufradkan dan jalan kebatilan sa\elalu dijamakkan (subul). Ini karena
jalan (sabil) menuju kebenaran itu hanya satu, dan jalan menuju kebatilan
banyak sekali, bercabang-cabang. Karena itu lafazh “waliyyu al-mu’minin”
dimufradkan dan “auliya al-kafirin” dijamakkan. Seperti terlihat dalam
(Al-baqarah :257)
ª!$# Í<ur
úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
Oßgã_Ì÷ã z`ÏiB ÏM»yJè=à9$#
n<Î) ÍqY9$#
( úïÏ%©!$#ur (#ÿrãxÿx.
ãNèdät!$uÏ9÷rr&
ßNqäó»©Ü9$# NßgtRqã_Ì÷ã
ÆÏiB ÍqY9$#
n<Î) ÏM»yJè=à9$#
3 Í´¯»s9'ré&
Ü=»ysô¹r& Í$¨Y9$#
( öNèd
$pkÏù
crà$Î#»yz
ÇËÎÐÈ
Dan terlihat dalam (Al-An’am
:153).
¨br&ur
#x»yd
ÏÛºuÅÀ
$VJÉ)tGó¡ãB
çnqãèÎ7¨?$$sù ( wur
(#qãèÎ7Fs? @ç6¡9$# s-§xÿtGsù
öNä3Î/
`tã ¾Ï&Î#Î7y
4 öNä3Ï9ºs Nä38¢¹ur
¾ÏmÎ/ öNà6¯=yès9
tbqà)Gs? ÇÊÎÌÈ
Tak terkecuali lafazh “al-masyriq” dan “al-maqrid.”
Keduanya disebutkkan dengan bentuk mufrad, mutsanna dan jamak. Pemakaian bentuk
mufrad karena mengingat arahnya dan untuk mengisyaratkan ke arah timur dan
barat, seperti dalam Al-Muzzammil: 9. Bentuk mutsanna, karena keduanya adalah
dua tempat terbit dan dua tempat terbenam di musim dingin dan musim panas,
seperti dalam ayat Ar-Rahman: 17. Bentuk jamak digunakan terhadap keduanya,
karena menjadi tempat terbit dan tempat terbenam di setiap musim, seperti dalam
Al-Ma’arij: 40.[4]
B. Penggunaan Jamak dalam al-Quran, Contoh dan
Maknanya
Pada bagian sebelumnya sudah dijelaskan bahwa
sebuah kata, dengan semua variasinya memiliki makna dan tujuan khusus. Tidak
ada yang kebetulan. Tanpa terkecuali dalam kajian mufrad dan jamak. Hanya saja,
pada bagian ini fokus penulis adalah mengkaji sisi mufradnya.
1. kata yang selalu disebutkan dalam bentuk mufrad
a. kata أرض
Kata ini hanya diebutkan dalam bentuk mufrad
saja dalam al-Quran. Diulang-ulang sebanyak 461 kali.[5] Lebih
jelasnya bisa dilihat dari beberapa ayat berikut:
yÏ$t7Ïè»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) ÓÅÌör& ×pyèźur }»Î*sù Èbrßç7ôã$$sù ÇÎÏÈ
Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, Sesungguhnya
bumi-Ku luas, Maka sembahlah Aku saja. QS. Al-Ankabut: 56
Ayat
lain mengatakan:
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ yìö6y ;Nºuq»oÿx z`ÏBur ÇÚöF{$# £`ßgn=÷WÏB ãA¨t\tGt âöDF{$# £`åks]÷t/ (#þqçHs>÷ètFÏ9 ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ÖÏs% ¨br&ur ©!$# ôs% xÞ%tnr& Èe@ä3Î/ >äóÓx« $RHø>Ïã ÇÊËÈ
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan
seperti itu pula bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui
bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah
ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. QS. Al-Thalaq: 12
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Ingatlah ilmu astronomi bumi sama dengan
langit. Sama-sama berlapis tujuh. Apakah ini berarti ada kontradiksi antara
al-Quran dengan ilmu pengetahuan? Tentu saja tidak. Malah, justeru bentuk
mufrad itulah yang lebih cocok. Mengingat kondisi umat saat itu yang notebene
belum mengalami kemajuan dalam bidang astronomi. Seandainya kata الأرض dijamakkan, bisa jadi pada gilirannya akan
menanamkan sifat keraguan dalam diri mereka terhadap al-Quran. Ini berarti
risalah karasulan Muhammad Saw. menjadi gagal.[6]ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."QS. Al-Baqarah: 30.
Padahal, menurut penelitian
b. kata صراط
Seperti
dalam QS. al-An’am: 153
وأن هذاصراطى مستقيما
“Dan
bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan yang lurus “
c. kata النور
Seperti
dalam QS. al-Hadid: 12
يسعى نورهم بين أيديهم وبأيمانهم
“Sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di
sebelah kanan mereka.’
2. Kata yang selalu disebutkan dalam bentuk jamak
Seperti apa yang dijelaskan pada bagian
sebelumnya, bentuk jamak juga memiliki makna dan tujuan khusus. Dalam arti, ada
pesan tertentu yang hendak disampaikan oleh al-Quran. Dalam hal ini, penulis
hanya akan memaparkan beberapa kata saja. Agar lebih mempermudah.
a. Kata ألباب
Seperti
dalam QS. az-Zumar: 21
إن فى ذلك لذكرى لأولى الألباب
“Sesungguhnya pada
yang demikian itu, benar-benar
terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang berakal “
b. kata أكواب
Seperti
dalam QS. al-Ghosyiyah: 14
وأكواب موضوعة
“Dan
gelas-gelas yang terletak (di dekatnya) “
3. kata yang digunakan dalam bentuk mufrad dan
jamak
a. kataسماء menunjukkan arah atas
Seperti
dalam QS. adz-Dzariyat: 22
وفى السماء رزقكم
“Dan di
langit terdapat sebab-sebab rizqimu “
Sedangkan kataسموت menunjukkan arti bilangan / luasnya
Seperti
dalam QS. al-Hadid: 2
له ملك السموت والأرض
“ Kepunyaannyalah
kerajaan langit dan bumi “
b. kata ريح menunjukkan
adzab:
Seperti
dalam QS. Ibrahim: 18
مثل الذين كفروا بربهم أعمالهم كرماداشتدت به
الريح فى يوم عاصف
“ Orang-orang
yang kafir kepada Tuhannya , amalan-amalan mereka seperti abu yang ditiup angin
dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang
Sedangkan kataرياح menunjukkan rahmat
Misal
dalam QS. al-Hijr: 22
وأرسلناالرياح لواقح
“Dan kami
telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tetumbuhan).“
PENUTUP
Dari paparan yang relatif singkat ini, dapat
kita simpulkan bahwa al-Quran memang selalu menjadi hal menarik untuk terus
dikaji. Termasuk dari segi susunan bahasanya, tanpa terkecuali masalah kaidah
mufrad dan jamak yang ada di dalamnya.
Kata الأرض, merupakan
salah satu kata yang hanya disebutkan dalam bentuk mufradnya saja. Ini sama
sekali tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang menyatakan bahwa bumi
berlapis tujuh. Ini kaitannya dengan keadaan umat pada masa al-Quran
diturunkan. Seandainya dengan terang-terangan Allah menegaskan bahwa ia tujuh,
barangkali mereka akan ragu-ragu terhadap al-Quran.
Begitu pula dengan kata الألباب. Kata ini
hanya disebutkan dalam bentuk jamak saja. Menurut al-Suyuthi, ini disebabkan
karena bila disebutkan dengan bentuk mufradnya, akan memberatkan.
Selain dua kata ini, ada kata السماء, السماوات, الريح, dan الرياح. Perbedaan
bentuk, mufrad dan jamak memiliki perbedaan makna dan pemahaman. Dan, selain
beberapa kata di atas, masih banyak kata-kata lain yang tidak penulis sebutkan.
Ini hanya untuk mempermudah saja, dan agar kajian kita tidak terlalu meluas.
Sekali lagi, intinya adalah, kata-kata dengan beragam bentuknya dalalm al-Quran
memiliki makna khusus. Bukan persoalan kebetulan.
DAFTAR
PUSTAKA
‘Abd al-Baqi, Muhammad Fuad. al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfadh al-Quran al-Karim (Angkasa, t.t.), 26-33
Baidan,
Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. I,
2011.
Chirzin,
Muhammad. Al-Quran dan Ulum al-Quran. Yogyakarta: Dana Bhakti. 1998.
Al-Qaththan, Syaikh
Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Maktabah Wahbah, Kairo.) Cet, ke 13 / 2004 M – 1425 H.
[1] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), H. 248.
[3] lafazh ‘ar-rih’ dimufradkan pada ayat “وجرين بهم بريح طيبة” (yunus :22) karena dua alasan. Pertama ; bersifat lafzhi untuk
muqabalah (perimbangan) dengan yang terdapat pada ayat “جاءتها ريح عاصف.” Kedua ; bersifat maknawi, maksudnya kesempurnaan rahmat di sini
hanya terdapat dengan “satu macam angin,” bukan dengan angin yang berbeda-beda.
Sebab kapal tidak akan berjalan kecuali dengan satu macam angin dan dari satu
arah. Jika tidak demikian maka hanjurlah kapal itu.
[4] Abu Hasan Al-Akhfasy telah menulis sebuah kitab tentang mufrad dan
jamak. Di dalamnya ia menyebutkan jamaknya lafazh yang diungkapkan dengan
bentuk mufrad dalam Al-Qur’an dan mufradnya lafazh yang diungkapkan dengan
bentuk jamak. Lihat Al-Itqan 1/193.
[5] Lihat Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfadh al-Quran al-Karim (Angkasa, t.t.), 26-33
[6] Prof. Dr. Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu
Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. I, 2011), 311
No comments:
Post a Comment