Thursday, October 18, 2018

Mufrad & Jama'


MUFRAD DAN JAMA’

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Qawaid Tafsir



Oleh :
Ahmad Riadi : 1112034000026
Saripul Saleh : 1112034000159
Hammad Abal Alam


Dosen Pembimbing :
Dr, Ahzami Samiun Jazuli, Ma






Logo UIN.jpg






PRODI TAFSIR HADIST
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
 JAKARTA
2013

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Al-Quran adalah mukjizat yang teramat agung sampai saat ini. Kemukjizatannya tidak dapat tertandingi. Bahkan dengan tegas, al-Quran telah menantang para umat untuk membuat hal yang sama, tapi tetap saja tidak ada yang bisa menandinginya.
Antara kemukjizatannya yang sampai saat ini terus bertahan adalah sisi bahasanya yang begitu indah memukau. Susunannya yang teramat dahsyat, dan selalu memiliki sisi-sisi yang tidak bisa terlewatkan. Tidak bahasanya yang seakan tanpa makna. Semua serba menarik. Tanpa terkecuali.
Pada bagian ini, penulis hanya akan membahas bagian kecilnya saja. Lebih tepatnya, kajian penulis ini lebih spesifik tentang kaidah mufrad dan jamak, sebagaimana tersermin pada rumusan masalah sebagai berikut.
B.     Rumusan Masalah
            Berangkat dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan peulis bahas adalah:
1.      Apakah pengertian dari kaidah mufrad dan jamak?
2.       Bagaimana penggunaan mufrad, makna dan contohnya dalam al-Quran?
3.      Bagaimana penggunaan jamak, makna dan contohnya dalam al-Quran?
C.     Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Ingin memaparkan pengertian dari kaidah mufrad dan jamak yang ada dalam al-Quran
2.      Ingin memaparkan penggunaan mufrad, makna, dan contohnya, yang ada dalam al-Quran
3.      Ingin memaparkan penggunaan jamak, makna, dan contohnya, yang ada dalam al-Quran.
D.    Manfaat Penulisan Makalah
Secara umum, ada dua manfaat yang ingin penulis dapat dalam penulisan makalah ini. Pertama: dari sisi akademis. Yakni, makalah ini dapat menjadi kajian yang berkesinambungan. Kedua: dari sisi praktis. Yaitu, penulis berharap kajian ini dapat diaplikasikan secara langsung dalam pembelajaran sehari-hari.



PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Secara etimologi kata mufrad merupakan kata yang bermakna tunggal, sedangkan kata jama’ adalah kebalikannya yang berarti banyak. Namun, jika dipandang dari segi terminologi, kata mufrad adalah kata yang bermakna satu. Dan kata jama’ adalah kata yang bermakna tiga atau lebih.
Sebagai lafazh dalam Al-Qur’an terkadang dimufradkan untuk menunjukkan pada suatu makna tertentu, dan dijamakkan untuk menunjukkan pada isyarat khusus, atau terkadang jamak lebih utama dari mufrad atau sebaliknya. Karena itu sering kita jumpai dalam Al-Qur’an sebagaian lafazh yang hanya berbentuk jamak, ketika diperlukan bentuk mufradnya maka yang digunakan adalah kata sinonimnya.[1] Misalnya kata ‘al-lubb’ yang selalu disebutkan dalam bentuk, albab, seperti terdapat pada ayat, (Az-Zumar: 21)
 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ 3tø.Ï%s! Í<'rT{ É=»t7ø9F{$#
Kata ini tidak pernah digunakan dalam bentuk mufradnya dalam Al-Qur’an, namun muradif (sinonim)nya disebutkan, yaitu lafazh “al-qalb” seperti, (Qaf: 37)
¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ 3tò2Ï%s! `yJÏ9 tb%x. ¼çms9 ë=ù=s% ÷rr& s+ø9r& yìôJ¡¡9$# uqèdur ÓÎgx© ÇÌÐÈ
Namun kata ‘al-kub,” tidak pernah dipakai pada bentuk mufradnya, tetapi selalu bentuk jamaknya, “al-akwab.” Misal, (Al-Ghasyiyah: 14) 
Ò>#uqø.r&ur ×ptãqàÊöq¨B ÇÊÍÈ
            Sebaliknya ada sejumlah lafazh yang hanya ditulis dalam bentuk mufradnya di setiap tempat dalam Al-Qur’an. Dan ketika hendak dijamakkan, ia dijamakkan dalam bentuk yang menarik yang tiada bandingannya, seperti terdapat pada ayat, (Ath-Thalaq: 12)
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ yìö6y ;Nºuq»oÿxœ z`ÏBur ÇÚöF{$# £`ßgn=÷WÏB ãA¨t\tGtƒ âöDF{$# £`åks]÷t/
Allah tiadak mengatakan, “wa sad’a aradhin,” karena yang demikian termasuk bahasa yang kasar dan merusak keteraturan susunan kalimat.
            Temasuk kelompok ini ialah lafazh as-sama’, ia terkadang disebutkan dalam bentuk jamak dan terkadang dalam bentuk mufrad, sesua dengan keperluan. Jika yang dimaksudkan adalah “bilangan” maka ia didatangkan dalam bentuk jamak (samawat) yang menunjukkan betapa sangat besar dan luasnya, seperti terdapat dalam (Al-Hasyr :1).[2] Dan jika yang dimaksud adalah “arah,” maka ia didatangkan dalam bentuk mufrad, seperti dalam surat Al-Mulk :6.
tûïÏ%©#Ï9ur (#rãxÿx. öNÍkÍh5tÎ/ Ü>#xtã zN¨Yygy_ ( }§ø©Î/ur 玍ÅÁyJø9$# ÇÏÈ  
Bahkan sudah ada ketetapan mengenai makna yang sudah pasti berkaitan dengan makna kata mufrad dan kata jama’. Penetapan ini terdapat pada kataالريح  dan kataالرياح  yang sudah ditetapkan maknanya jika ditemukan dalam redaksi ayat tertentu. Hal ini berdasarkan informasi yang berasal dari Ibnu Abi Hatim dan yang lain meriwayatkan, bahkan Ubay bin Ka’ab berkata : 
كل شيئ فى القرأن من الرياح فهو رحمة وكل شيئ فيه من الريح فهو عذاب
Setiap kataالرياح  yang terdapat dalam al-qur’an maksudnya adalah rahmat, sedangkan kata الريح (dalam betuk tunggal) maksudnya adalah adzab (siksaan). Oleh karena itu, dalam hadits disebutkan ‘Allahhummj’alha riyahan wa la taj’alha rihan.’ Jika di luar pemakaian itu berarti hal itu karena ada hikmah lain.[3]
Namun, di dalam al-qur’an ada juga ayat yang artinya menyimpang dari kaidah tersebut. Salah satunya adalah ayat 22 surah Yunus:
uqèd Ï%©!$# ö/ä.çŽÉi|¡ç Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur ( #Ó¨Lym #sŒÎ) óOçFZä. Îû Å7ù=àÿø9$# tûøïty_ur NÍkÍ5 8xƒÌÎ/ 7pt6ÍhŠsÛ (#qãm̍sùur $pkÍ5 $pkøEuä!%y` ìxƒÍ ×#Ϲ$tã ãNèduä!%y`ur ßlöqyJø9$# `ÏB Èe@ä. 5b%s3tB (#þqZsßur öNåk¨Xr& xÝÏmé& óOÎgÎ/   (#âqtãyŠ ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# ÷ûÈõs9 $uZoKøpgUr& ô`ÏB ¾ÍnÉ»yd žúsðqä3uZs9 z`ÏB tûï̍Å3»¤±9$# ÇËËÈ  
Kataريح  pada ayat di atas disebutkan dua kali, yang keduanya mempunya arti yang berlawanan. Kataريح  yang pertama digandengkan dengan kataطيبة  sehingga mengandung arti angin yang baik (rahmat). Sedangkan kataريح  yang kedua merupakan kebalikan dari yang pertama, yang digandengkan dengan kata عاصف  yang mngandung arti angin badai.
Demikian juga lafazh ‘an-nur” yang senantiasa dimufradkan, tetapi lafazh “azh-zhulumat” senantiasa berbentuk jamak. Juga lafazh “sabil al-haqq,” selalu dimufradkan dan jalan kebatilan sa\elalu dijamakkan (subul). Ini karena jalan (sabil) menuju kebenaran itu hanya satu, dan jalan menuju kebatilan banyak sekali, bercabang-cabang. Karena itu lafazh “waliyyu al-mu’minin” dimufradkan dan “auliya al-kafirin” dijamakkan. Seperti terlihat dalam (Al-baqarah :257)
ª!$# Í<ur šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Oßgã_̍÷ムz`ÏiB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ( šúïÏ%©!$#ur (#ÿrãxÿx. ãNèdät!$uŠÏ9÷rr& ßNqäó»©Ü9$# NßgtRqã_̍÷ムšÆÏiB ÍqY9$# n<Î) ÏM»yJè=à9$# 3 šÍ´¯»s9'ré& Ü=»ysô¹r& Í$¨Y9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÎÐÈ  
Dan terlihat dalam (Al-An’am :153).
¨br&ur #x»yd ÏÛºuŽÅÀ $VJŠÉ)tGó¡ãB çnqãèÎ7¨?$$sù ( Ÿwur (#qãèÎ7­Fs? Ÿ@ç6¡9$# s-§xÿtGsù öNä3Î/ `tã ¾Ï&Î#Î7y 4 öNä3Ï9ºsŒ Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ öNà6¯=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÎÌÈ  
Tak terkecuali lafazh “al-masyriq” dan “al-maqrid.” Keduanya disebutkkan dengan bentuk mufrad, mutsanna dan jamak. Pemakaian bentuk mufrad karena mengingat arahnya dan untuk mengisyaratkan ke arah timur dan barat, seperti dalam Al-Muzzammil: 9. Bentuk mutsanna, karena keduanya adalah dua tempat terbit dan dua tempat terbenam di musim dingin dan musim panas, seperti dalam ayat Ar-Rahman: 17. Bentuk jamak digunakan terhadap keduanya, karena menjadi tempat terbit dan tempat terbenam di setiap musim, seperti dalam Al-Ma’arij: 40.[4]
B.     Penggunaan Jamak dalam al-Quran, Contoh dan Maknanya
Pada bagian sebelumnya sudah dijelaskan bahwa sebuah kata, dengan semua variasinya memiliki makna dan tujuan khusus. Tidak ada yang kebetulan. Tanpa terkecuali dalam kajian mufrad dan jamak. Hanya saja, pada bagian ini fokus penulis adalah mengkaji sisi mufradnya.
1.      kata yang selalu disebutkan dalam bentuk mufrad
a.       kata أرض
Kata ini hanya diebutkan dalam bentuk mufrad saja dalam al-Quran. Diulang-ulang sebanyak 461 kali.[5] Lebih jelasnya bisa dilihat dari beberapa ayat berikut:
yÏŠ$t7Ïè»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) ÓÅÌör& ×pyèźur }»­ƒÎ*sù Èbrßç7ôã$$sù ÇÎÏÈ  
Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, Sesungguhnya bumi-Ku luas, Maka sembahlah Aku saja. QS. Al-Ankabut: 56
Ayat lain mengatakan:
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ yìö6y ;Nºuq»oÿxœ z`ÏBur ÇÚöF{$# £`ßgn=÷WÏB ãA¨t\tGtƒ âöDF{$# £`åks]÷t/ (#þqçHs>÷ètFÏ9 ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ¨br&ur ©!$# ôs% xÞ%tnr& Èe@ä3Î/ >äóÓx« $RHø>Ïã ÇÊËÈ  
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. QS. Al-Thalaq: 12
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Ingatlah ilmu astronomi bumi sama dengan langit. Sama-sama berlapis tujuh. Apakah ini berarti ada kontradiksi antara al-Quran dengan ilmu pengetahuan? Tentu saja tidak. Malah, justeru bentuk mufrad itulah yang lebih cocok. Mengingat kondisi umat saat itu yang notebene belum mengalami kemajuan dalam bidang astronomi. Seandainya kata الأرض dijamakkan, bisa jadi pada gilirannya akan menanamkan sifat keraguan dalam diri mereka terhadap al-Quran. Ini berarti risalah karasulan Muhammad Saw. menjadi gagal.[6]ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."QS. Al-Baqarah: 30.
Padahal, menurut penelitian 
b.      kata صراط
Seperti dalam QS. al-An’am: 153
وأن هذاصراطى مستقيما
Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan yang lurus “
c.       kata النور
Seperti dalam QS. al-Hadid: 12
يسعى نورهم بين أيديهم وبأيمانهم
 Sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.’ 
2.      Kata yang selalu disebutkan dalam bentuk jamak
       Seperti apa yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, bentuk jamak juga memiliki makna dan tujuan khusus. Dalam arti, ada pesan tertentu yang hendak disampaikan oleh al-Quran. Dalam hal ini, penulis hanya akan memaparkan beberapa kata saja. Agar lebih mempermudah.
a.       Kata ألباب
Seperti dalam QS. az-Zumar: 21
إن فى ذلك لذكرى لأولى الألباب
Sesungguhnya  pada  yang  demikian itu,  benar-benar  terdapat  pelajaran bagi orang-orang yang berakal “
b.      kata أكواب
Seperti dalam QS. al-Ghosyiyah: 14
وأكواب موضوعة
Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya) “

3.      kata yang digunakan dalam bentuk mufrad dan jamak
a.       kataسماء  menunjukkan arah atas
Seperti dalam QS. adz-Dzariyat: 22
وفى السماء رزقكم
Dan di langit terdapat sebab-sebab rizqimu “
Sedangkan kataسموت  menunjukkan arti bilangan / luasnya
Seperti dalam QS. al-Hadid: 2
له ملك السموت والأرض
Kepunyaannyalah kerajaan langit dan bumi “
b.      kata ريح menunjukkan adzab:
Seperti dalam QS. Ibrahim: 18
مثل الذين كفروا بربهم أعمالهم كرماداشتدت به الريح فى يوم عاصف
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya , amalan-amalan mereka seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang
Sedangkan  kataرياح   menunjukkan rahmat
Misal dalam QS. al-Hijr: 22
وأرسلناالرياح لواقح
Dan kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tetumbuhan).“

PENUTUP
Dari paparan yang relatif singkat ini, dapat kita simpulkan bahwa al-Quran memang selalu menjadi hal menarik untuk terus dikaji. Termasuk dari segi susunan bahasanya, tanpa terkecuali masalah kaidah mufrad dan jamak yang ada di dalamnya.
Kata الأرض, merupakan salah satu kata yang hanya disebutkan dalam bentuk mufradnya saja. Ini sama sekali tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang menyatakan bahwa bumi berlapis tujuh. Ini kaitannya dengan keadaan umat pada masa al-Quran diturunkan. Seandainya dengan terang-terangan Allah menegaskan bahwa ia tujuh, barangkali mereka akan ragu-ragu terhadap al-Quran.
Begitu pula dengan kata الألباب. Kata ini hanya disebutkan dalam bentuk jamak saja. Menurut al-Suyuthi, ini disebabkan karena bila disebutkan dengan bentuk mufradnya, akan memberatkan.
Selain dua kata ini, ada kata السماء, السماوات, الريح, dan الرياح. Perbedaan bentuk, mufrad dan jamak memiliki perbedaan makna dan pemahaman. Dan, selain beberapa kata di atas, masih banyak kata-kata lain yang tidak penulis sebutkan. Ini hanya untuk mempermudah saja, dan agar kajian kita tidak terlalu meluas. Sekali lagi, intinya adalah, kata-kata dengan beragam bentuknya dalalm al-Quran memiliki makna khusus. Bukan persoalan kebetulan.













DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al-Baqi, Muhammad Fuad. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadh al-Quran al-Karim (Angkasa, t.t.), 26-33
Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. I, 2011.
Chirzin, Muhammad. Al-Quran dan Ulum al-Quran. Yogyakarta: Dana Bhakti. 1998.
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Maktabah Wahbah, Kairo.)  Cet, ke 13 / 2004 M – 1425 H.



[1] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar    Studi Ilmu Al-Quran. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), H. 248.
[2] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar    Studi Ilmu Al-Quran. H.249
[3] lafazh ‘ar-rih’ dimufradkan pada ayat “وجرين بهم بريح طيبة” (yunus :22) karena dua alasan. Pertama ; bersifat lafzhi untuk muqabalah (perimbangan) dengan yang terdapat pada ayat “جاءتها ريح عاصف.” Kedua ; bersifat maknawi, maksudnya kesempurnaan rahmat di sini hanya terdapat dengan “satu macam angin,” bukan dengan angin yang berbeda-beda. Sebab kapal tidak akan berjalan kecuali dengan satu macam angin dan dari satu arah. Jika tidak demikian maka hanjurlah kapal itu.
[4] Abu Hasan Al-Akhfasy telah menulis sebuah kitab tentang mufrad dan jamak. Di dalamnya ia menyebutkan jamaknya lafazh yang diungkapkan dengan bentuk mufrad dalam Al-Qur’an dan mufradnya lafazh yang diungkapkan dengan bentuk jamak. Lihat Al-Itqan 1/193.
[5] Lihat Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadh al-Quran al-Karim (Angkasa, t.t.), 26-33
[6] Prof. Dr. Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. I, 2011), 311

No comments:

Post a Comment