Senin,
31 Maret 2014
Alunan khas bunyi rintik-rintik, mengingatkanku pada satu kenangan,
cerita bersama dia, dengan indahnya alam kota Malang sebagai saksi. Liburan semester
kemarin, aku yang kuliah di Jakarta sedangkan dia yang kuliah di Bandung, butuh
momen tertentu agar bisa bertemu, liburan semester misalnya. Kami berencana
hendak liburan ke Malang, kami sangat ingin pergi ke Bromo.
Berdua, ini benar-benar momen pertama kali kualami, pergi naik bis
sehari dua malam hanya berdua dengannya, tidak pernah ada dalam bayanganku sama
sekali. Berjam-jam kulewatkan di dalam bis bersamanya, menikmati pemandangan
bersama dan bercengkerama bersama. sesekali kami mengangkat tema berbobot dalam
obrolan kami, misalnya tentang negara kita sendiri ini.
Kumulai dengan satu pembicaraan tentang kondisi sosial secara umum
dalam kehidupan masyarakat, “Neng, walaupun negara kita ini negara berkembang,
aku sangat bersyukur kita sudah bisa dibilang sejahtera secara umum, meski aku
pun juga tahu seberapa parahnya ketimpangan yang terjadi di negeri ini.” Entah
kenapa aku selalu antusias jika membahas tentang keadaan negaraku sendiri.
Yang kumaksud dengan sejahtera hanyalah pemahaman sederhanaku,
bahwa separah apa pun Indonesia, tidak sampi seperti kondisi di India yang
baru-baru ini kubaca. Di India sana, sistem kasta masih berlaku, tetapi berbeda
dengan sistem kasta zaman dahulu, di zaman modern ini, setiap anak dari
kalangan bawah bisa dipastikan akan menapaki jejak orang tuanya, jika orang
tuanya seorang penyapu jalanan, sang anak akan meneruskannya di masa dewasanya,
jangankan berharap ingin jadi pejabat, hanya untuk merubah nasib saja harus
melalui perjuangan melawan norma. Setidaknya, itu yang kutahu dari buku, satu
buku perjalanan seseorang mengelilingi dunia.
Kami bercengkerama, sambil menunggu waktunya tiba di titik tujuan,
Malang sang empunya Gunung Bromo. Hari begitu cerah selama perjalanan, secerah
hatiku yang diterangi sinar terangnya, dia yang duduk di sampingku, hehe...
Cerita dengannya akan selalu menjadi cerita yang tidak akan pernah
ada habisnya, habis untuk membahasnya, habis untuk tetap mengenangnya, dan
habis untuk menceritakan kepada semua.
Waktu itu begitu spesial dalam hidupku. Yang sejatinya harus kami
tuju adalah Bromo, begitupun juga harus benar-benar kami tangguhkan. Setibanya
kami di Malang, kutanyakan pada penduduk setempat, rute yang harus kami lewati
untuk bisa ke Bromo. Tapi, jawaban yang kami terima bukanlah yang kami
harapkan, justru kami harus menghentikan langkah kami melanjutkan perjalanan.
Perjalanan dengan berdua saja tanpa pendamping dan kendaraan, kami
sangat beresiko mendapati kejadian yang buruk-buruk, begitu tutur yang kami
dapat. Aku, jelas tetap ingin melanjutkan ini, selalu ada Tuhan, dan pasti
Tuhan selalu ada. Tapi, berbeda dengannya, ini bukan semata-mata tentang Tuhan,
jelas realitanya tidak mendukung untuk kami tetap melanjutkan perjalanan.
Jalan buntu, hendak kemana kami, butuh waktu lama untuk
memutuskannya. Akhirnya, kutelepon temanku yang kuliah di Malang, paling tidak,
semoga dia bisa membantu kebuntuan kami. Ternyata benar, kebuntuan kami terbuka
perlahan, temanku bersedia membantu kami, menemani kami, mengelilingi semua
yang ada di Kota Malang.
Temanku bersama seoarang teman membawakan kami motor yang
benar-benar tak pernah kubayangkan, motor spesial dari seorang teman untuk
kami, pasangan Romeo-Juliet. Haha... Motor khas anak muda yang lengkap dengan
segala trend. Ninja disediakan untuk kami tunggangi.
Temanku ini sebenarnya adalah sosok sahabat, aku dan dia sudah lama
bersama, dalam satu kisah menapaki dunia ilmu, SMP dan SMA, enam tahun kami
bersama, dan selama tiga tahun lamanya kami duduk dalam satu bangku berbagi
cerita di dalam kelas.
Kupasrahkan waktuku yang tersisa di Malang pada dia, sahabatku ini.
Malang begitu indah, dengan guyuran hujan yang membasahi kami semua. Kota
dataran tinggi berkelok-kelok aku menjulukinya. Kami begitu menikmati semua,
perjalanan ini, akan selalu terkenang.
Di waktu yang cukup singkat, kami harus berpisah dengan sang
sahabat, kami harus melanjutkan perjalanan sendiri, melengkapi kisah yang masih
kosong di sisa waktu tersisa.
No comments:
Post a Comment